MENJADI SAHABAT ALQURAN 19.54

Pantas mengapa Allah memberikan ganjaran yang luar biasa besar bagi para penghafal Alquran. Mereka disetarakan denga keluarga Allah di muka bumi ini. Mereka diberikan surga firdaus selayaknya para Nabi dan Syuhada. Bahkan orang tua mereka diberikan mahkota dan pakaian yang indah di surga kelak.

Dalam bahasa arab penghafal Alquran disebut sebagai Hafizh yang artinya pemelihara dan aku baru mengerti mengapa mereka disebut pemelihara Alquran.

Seperti biasa, setiap senin malam aku menghadiri halaqoh tahfizh bersama Ustadz Ahmad Jumhur. Tapi kali ini ada yang istimewa. Tentu saja bukan karena ada jatah ta'jil untuk masing-masing peserta =D. Yang istimewa (baca=aneh), kali ini aku merasa sangat malu untuk setoran. Biasanya aku cuek aja setoran duluan diantara kawan-kawan yang lain, walaupun aku satu-satunya perempuan di halaqoh ini. Darurat! Dulu gak pernah ikut halaqoh tahfizh campuran seperti ini. Berhubung halaqoh tahfizh yang cocok waktunya yang di kantor ini, ya... ikut yang ini. Konsekuensinya, teman-temannya bapak-bapak semua. Ya... malam tadi aku ingin setoran sendiri saja. Pada saat orang-orang sudah berkumpul dan murajaah, lalu satu per satu dari mereka menyetorkan hafalan mereka di aula Masjid Al Murosalah aku lebih memilih duduk di ruang utama masjid sambil memantapkan hafalanku. Aku menunggu bapak-bapak itu pulang terlebih dahulu. Hingga akhirnya peserta terakhir menyetorkan hafalannya. Sayup-sayup kudengar alunan merdu Alquran dibacakan. Ya Allah... ternyata... setoran beliau sama dengan setoranku. Gundahku semakin meraja. Dalam hati muncul rasa iri. Ternyata beliau berhasil menyetorkan 1 surat penuh. Sedangkan aku???? aku hanya berhasil menghafal setengahnya. Ya Allah... betapa malunya aku. Bagaimana bisa aku punya wajah di hadapan Ustadzku? capaianku jauh dari target. Astaghfirullah... Setan mulai mengganngu, membisikkan godaan agar setoran pekan depan saja setelah lengkap 1 surat. Tapi aku melawan! Diam kau setan! Aku tahu persis, kalau hafalan tidak disetorkan pasti dia akan lenyap! Biarkan aku menanggung rasa malu ini. Bukankah malu itu bagian dari pada iman???

Akhirnya aku memberanikan diriku untuk melangkah ke aula masjid. Ustadz Ahmad menyambutku dengan senyuman. "Kirain udah pulang???" Dengan ramah beliau bertanya, "Mau langsung setoran atau mau cerita dulu?" =) Beliau sensitif sekali dengan sikapku yang berbeda dari biasanya. Padahal alasan utamaku adalah malu sama bapak2. =D

Kukuatkan hati untuk menyetor hafalan yang sedikit. Hatiku terasa tercabik-cabik, aku begitu payah. Mau bagaimana lagi, memang segitu adanya setoran hafalanku. Dengan penuh perjuangan akhirnya setoran hafalanku selesai juga.

Seperti biasa selesai setoran Ustadz Ahmad bertanya, "Kapan ngafalinnya? Kemarin ya?"
Owh Tidak, kali ini aku sudah berusaha menhafalnya selama beberapa hari, bukan dadakan. Jawaban beliau, "Alhamdulillah...." Lalu beliau memberikan tausiyah yang sangat menyejukkan. Aku tidak ingat redaksinya dengan detail. Yang pasti dalam sepekan kita bisa membagi waktu kita 3 hari untuk menambah hafalan dan 3 hari untuk memantapkan serta murajaah hafalan yang telah ada. Misalnya: kita sedang menghafal juz 28 dan telah hafal juz 30 dan 29. Maka, 3 hari pertama kita tambahkan hafalan juz 28 kita. 3 Hari berikutnya kita mantapkan hafalan baru kita. Selama 6 hari itu juga kita memurajaah 1 surat dari juz 30 dan 1 surat dari juz 29. Insya Allah akan terjaga hafalan kita. Mendengar tausiyah itu aku berkaca-kaca. Duuuh... tapi ditahan. Malu banget kalau terlihat berlinang air mata di depan ustadz. Bukan karena merasa tersindir aku berkaca-kaca. Tapi aku membayangkan alangkah indahnya kehidupan seorang hafidz quran. Hidupnya selalu bersama Alquran.

Ya Allah... hidupkanlah kami bersama cahaya Alquran Mu yang terang benderang. Jadikan kami keluargaMu di muka bumi ini. Amiiin

8 Tips Sambut Ramadhan 09.14

Ramadhan yang penuh kelimpahan kebaikan dan keutamaan, akan dapat dirasakan dan diraih ketika ilmu tentang Ramadhan dipahami dengan baik.

Bayangkan, para generasi awal Islam sangat merindukan bertemu dengan bulan suci ini. Mereka berdo’a selama enam bulan sebelum kedatangannya agar mereka dipanjangkan umurnya sehingga bertemu dengan Ramadhan. Saat Ramadhan tiba, mereka sungguh-sungguh meraih kebaikan dan keuataman Ramadhan. Dan ketika mereka berpisah dengan Ramadhan, mereka berdo’a selama enam bulan setelahnya, agar kesungguhannya diterima Allah swt. Kerinduan itu ada pada diri mereka, karena mereka sadar dan paham betul keutamaan dan keistimewaan Ramadhan.

Bagaimana menyambut bulan Ramadhan? Berikut kami hadirkan “8 Tips Sambut Ramadhan” :

1. Berdoa agar Allah swt. memberikan umur panjang kepada kita sehingga kita berjumpa dengan bulan Ramadhan dalam keadaan sehat. Dengan keadaan sehat, kita bisa melaksanakan ibadah secara maksimal: Puasa, shalat, tilawah, dan dzikir. Dari Anas bin Malik r.a. berkata, bahwa Rasulullah saw. apabila masuk bulan Rajab selalu berdoa, ”Allahuma bariklana fii rajab wa sya’ban, wa balighna ramadan. Ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikan kami ke bulan Ramadan.” (HR. Ahmad dan Tabrani)

2. Pujilah Allah swt. karena Ramadhan telah diberikan kembali kepada kita. Imam An Nawawi dalam kitab Adzkar-nya berkata: ”Dianjurkan bagi setiap orang yang mendapatkan kebaikan dan diangkat dari dirinya keburukan untuk bersujud kepada Allah sebagai tanda syukur; dan memuji Allah dengan pujian yang sesuai dengan keagungannya.” Dan di antara nikmat terbesar yang diberikan Allah swt. kepada seorang hamba adalah ketika dia diberikan kemampuan untuk melakukan ibadah dan ketaatan.

3. Bergembira dengan datangannya bulan Ramadhan. Rasulullah saw. selalu memberikan kabar gembira kepada para sahabatnya setiap kali datang bulan Ramadhan: “Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Allah telah mewajibkan kepada kalian untuk berpuasa. Pada bulan itu Allah membuka pintu-pintu surga dan menutup pintu-pintu neraka.” (HR. Ahmad).

4. Rencanakan agenda kegiatan harian untuk mendapatkan manfaat sebesar mungkin dari bulan Ramadhan. Ramadhan sangat singkat, karena itu, isi setiap detiknya dengan amalan yang berharga, yang bisa membersihkan diri, dan mendekatkan diri kepada Allah swt.

5. Kuatkan azam, bulatkan tekad untuk mengisi waktu-waktu Ramadhan dengan ketaatan. Barangsiapa jujur kepada Allah swt., maka Allah swt. akan membantunya dalam melaksanakan agenda-agendanya dan memudahnya melaksanakan aktifitas-aktifitas kebaikan. “Tetapi jikalau mereka benar terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” Muhamad:21.

6. Pahami fiqh Ramadhan. Setiap mukmin wajib hukumnya beribadah dengan dilandasi ilmu. Kita wajib mengetahui ilmu dan hukum berpuasa sebelum Ramadhan datang agar amaliyah Ramadhan kita benar dan diterima oleh Allah swt. “Tanyakanlah kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahu.” Al-Anbiyaa’ ayat 7.

7. Kondisikan qalbu dan ruhiyah kita dengan bacaan yang mendukung proses tadzkiyatun-nafs –pemberishan jiwa-. Hadiri majelis ilmu yang membahas tentang keutamaan, hukum, dan hikmah puasa. Sehingga secara mental, dan jiwa kita siap untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah swt. di bulan Ramadhan.

8. Tinggalkan dosa dan maksiat. Isi Ramadhan dengan membuka lembaran baru yang bersih. Lembaran baru kepada Allah, dengan taubat yang sebenarnya taubatan nashuha. “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung.” An-Nur:31. Lembaran baru kepada Muhammad saw., dengan menjalankan sunnah-sunnahnya dan melanjutkan risalah dakwahnya. Kepada orang tua, istri-anak, dan karib kerabat, dengan mempererat hubungan silaturrahim. Kepada masyarakat, dengan menjadi orang yang paling bermanfaat bagi mereka. Sebab, “Manusia yang paling baik adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.”

Semoga Allah swt. memanjangkan umur kita sehingga berjumpa dengan Ramadhan. Dan selamat meraih kebaikan-kebaikannya. Amin ya Rabbana. Allahu a’lam

Sumber : Dawatuna

Kematian Hati 10.05

Banyak orang tertawa tanpa (mau) menyadari sang maut sedang mengintainya.

Banyak orang cepat datang ke shaf shalat layaknya orang yang amat merindukan kekasih. Sayang ternyata ia datang tergesa-gesa hanya agar dapat segera pergi.

Seperti penagih hutang yang kejam ia perlakukan Tuhannya. Ada yang datang sekedar memenuhi tugas rutin mesin agama. Dingin, kering dan hampa, tanpa penghayatan. Hilang tak dicari, ada tak disyukuri.

Dari jahil engkau disuruh berilmu dan tak ada idzin untuk berhenti hanya pada ilmu. Engkau dituntut beramal dengan ilmu yang ALLAH berikan. Tanpa itu alangkah besar kemurkaan ALLAH atasmu.

Tersanjungkah engkau yang pandai bercakap tentang keheningan senyap ditingkah rintih istighfar, kecupak air wudlu di dingin malam, lapar perut karena shiam atau kedalaman munajat dalam rakaat-rakaat panjang.

Tersanjungkah engkau dengan licin lidahmu bertutur, sementara dalam hatimu tak ada apa-apa. Kau kunyah mitos pemberian masyarakat dan sangka baik orang-orang berhati jernih, bahwa engkau adalah seorang saleh, alim, abid lagi mujahid, lalu puas meyakini itu tanpa rasa ngeri.

Asshiddiq Abu Bakar Ra. selalu gemetar saat dipuji orang. "Ya ALLAH, jadikan diriku lebih baik daripada sangkaan mereka, janganlah Engkau hukum aku karena ucapan mereka dan ampunilah daku lantaran ketidaktahuan mereka", ucapnya lirih.

Ada orang bekerja keras dengan mengorbankan begitu banyak harta dan dana, lalu ia lupakan semua itu dan tak pernah mengenangnya lagi. Ada orang beramal besar dan selalu mengingat-ingatnya, bahkan sebagian menyebut-nyebutnya. Ada orang beramal sedikit dan mengklaim amalnya sangat banyak. Dan ada orang yang sama sekali tak pernah beramal, lalu merasa banyak amal dan menyalahkan orang yang beramal, karena kekurangan atau ketidaksesuaian amal mereka dengan lamunan pribadinya, atau tidak mau kalah dan tertinggal di belakang para pejuang. Mereka telah menukar kerja dengan kata.
Dimana kau letakkan dirimu?
Saat kecil, engkau begitu takut gelap, suara dan segala yang asing. Begitu kerap engkau bergetar dan takut.

Sesudah pengalaman dan ilmu makin bertambah, engkaupun berani tampil di depan seorang kaisar tanpa rasa gentar. Semua sudah jadi biasa, tanpa rasa.
Telah berapa hari engkau hidup dalam lumpur yang membunuh hatimu sehingga getarannya tak terasa lagi saat ma'siat menggodamu dan engkau meni'matinya?

Malam-malam berharga berlalu tanpa satu rakaatpun kau kerjakan. Usia berkurang banyak tanpa jenjang kedewasaan ruhani meninggi. Rasa malu kepada ALLAH, dimana kau kubur dia ?

Di luar sana rasa malu tak punya harga. Mereka jual diri secara terbuka lewat layar kaca, sampul majalah atau bahkan melalui penawaran langsung. Ini potret negerimu : 228.000 remaja mengidap putau. Dari 1500 responden usia SMP & SMU, 25 % mengaku telah berzina dan hampir separohnya setuju remaja berhubungan seks di luar nikah asal jangan dengan perkosaan. Mungkin engkau mulai berfikir "Jamaklah, bila aku main mata dengan aktifis perempuan bila engkau laki-laki atau sebaliknya di celah-celah rapat atau berdialog dalam jarak sangat dekat atau bertelepon dengan menambah waktu yang tak kauperlukan sekedar melepas kejenuhan dengan canda jarak jauh" Betapa jamaknya 'dosa kecil' itu dalam hatimu.

Kemana getarannya yang gelisah dan terluka dulu, saat "TV Thaghut" menyiarkan segala "kesombongan jahiliyah dan maksiat"?

Saat engkau muntah melihat laki-laki (banci) berpakaian perempuan, karena kau sangat mendukung ustadzmu yang mengatakan " Jika ALLAH melaknat laki-laki berbusana perempuan dan perempuan berpakaian laki-laki, apa tertawa riang menonton akting mereka tidak dilaknat ?"
Ataukah taqwa berlaku saat berkumpul bersama, lalu yang berteriak paling lantang "Ini tidak islami" berarti ia paling islami, sesudah itu urusan tinggallah antara engkau dengan dirimu, tak ada ALLAH disana?
Sekarang kau telah jadi kader hebat.
Tidak lagi malu-malu tampil.

Justeru engkau akan dihadang tantangan: sangat malu untuk menahan tanganmu dari jabatan tangan lembut lawan jenismu yang muda dan segar. Hati yang berbunga-bunga didepan ribuan massa.

Semua gerak harus ditakar dan jadilah pertimbanganmu tergadai pada kesukaan atau kebencian orang, walaupun harus mengorbankan nilai terbaik yang kau miliki. Lupakah engkau, jika bidikanmu ke sasaran tembak meleset 1 milimeter, maka pada jarak 300 meter dia tidak melenceng 1 milimeter lagi ? Begitu jauhnya inhiraf di kalangan awam, sedikit banyak karena para elitenya telah salah melangkah lebih dulu.

Siapa yang mau menghormati ummat yang "kiayi"nya membayar beberapa ratus ribu kepada seorang perempuan yang beberapa menit sebelumnya ia setubuhi di sebuah kamar hotel berbintang, lalu dengan enteng mengatakan "Itu maharku, ALLAH waliku dan malaikat itu saksiku" dan sesudah itu segalanya selesai, berlalu tanpa rasa bersalah?

Siapa yang akan memandang ummat yang da'inya berpose lekat dengan seorang perempuan muda artis penyanyi lalu mengatakan "Ini anakku, karena kedudukan guru dalam Islam adalah ayah, bahkan lebih dekat daripada ayah kandung dan ayah mertua" Akankah engkau juga menambah barisan kebingungan ummat lalu mendaftar diri sebagai 'alimullisan (alim di lidah)? Apa kau fikir sesudah semua kedangkalan ini kau masih aman dari kemungkinan jatuh ke lembah yang sama?

Apa beda seorang remaja yang menzinai teman sekolahnya dengan seorang alim yang merayu rekan perempuan dalam aktifitas da'wahnya? Akankah kau andalkan penghormatan masyarakat awam karena statusmu lalu kau serang maksiat mereka yang semakin tersudut oleh retorikamu yang menyihir ? Bila demikian, koruptor macam apa engkau ini? Pernah kau lihat sepasang mami dan papi dengan anak remaja mereka.
Tengoklah langkah mereka di mal. Betapa besar sumbangan mereka kepada modernisasi dengan banyak-banyak mengkonsumsi produk junk food, semata-mata karena nuansa "westernnya" . Engkau akan menjadi faqih pendebat yang tangguh saat engkau tenggak minuman halal itu, dengan perasaan "lihatlah, betapa Amerikanya aku".
Memang, soalnya bukan Amerika atau bukan Amerika, melainkan apakah engkau punya harga diri.
Mahatma Ghandi memimpin perjuangan dengan memakai tenunan bangsa sendiri atau terompah lokal yang tak bermerk. Namun setiap ia menoleh ke kanan, maka 300 juta rakyat India menoleh ke kanan. Bila ia tidur di rel kereta api, maka 300 juta rakyat India akan ikut tidur disana.

Kini datang "pemimpin" ummat, ingin mengatrol harga diri dan gengsi ummat dengan pameran mobil, rumah mewah, "toko emas berjalan" dan segudang asesori. Saat fatwa digenderangkan, telinga ummat telah tuli oleh dentam berita tentang hiruk pikuk pesta dunia yang engkau ikut mabuk disana. "Engkau adalah penyanyi bayaranku dengan uang yang kukumpulkan susah payah. Bila aku bosan aku bisa panggil penyanyi lain yang kicaunya lebih memenuhi seleraku"

Oleh: (alm) Ust. Rahmat Abdullah
dari: http://pk-sejahtera.org

Halawatul Iman (Manisnya Iman) 09.36

Diriwayatkan dari Anas bin Malik, Rasulullah SAW bersabda bermaksud: “Ada tiga hal, yang jika tiga hal itu ada pada seseorang, maka dia akan berasakan manisnya iman. (Iaitu) Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain keduanya; mencintai seseorang, dia tidak mencintainya kecuali kerana Allah; benci untuk kembali kepada kekufuran selepas Allah menyelamatkan darinya, seperti bencinya jika dicampakkan ke dalam api.” (Muttafaq alaih)

Kejenuhan kita dalam berda'wah, mungkin juga karena telah hilangnya rasa manisnya iman didalam hati hati kita. Dan penyebabnya adalah secara tak sadar kita lebih mencintai dunia ini dari pada Allah SWT, kemudian terkotorinya hati hati ini. Sehingga kita tidak lagi merasakan sesuatu yang spesial dengan aktifitas da'wah yang kita lakukan. Ikhwati fillah rahimakumullah, hidayah yang telah kita dapati bagaimana pun harus tetap dijaga kelezatannya. Karena sungguh berbeda orang yang mendapat hidayah dengan orang yang belum mendapat hidayah.

Kemanisan iman adalah rasa senang hati juga kegembiraan ketika menunaikan ibadah, serta kesanggupan menanggung segala kesukaran demi keredhaan Allah serta RasulNya. Orang yang mendapat kemanisan iman senantiasa mengutamakan Allah dan RasulNya dari yang selainnya.

Ikhwah fillah, ada baiknya diri kita senantiasa berdoa kepada Allah, agar hati - hati kita dapat terus merasakan manisnya iman. Agar setiap aktifitas dalam kehidupan kita dipenuhi dengan rasa kesenangan kita beribadah kepada Allah. Dan jagalah dengan banyak mengingat ayat - ayat Allah yang pernah kita hafal, hingga ketika kita hendak melakukan aktifitas, hati kita dapat terus terpaut mengingat Allah. Berikut beberap firman Allah di dalam Al Qur'an surat At Taubah ayat 24 dan 41 serta surat Yusuf ayat 33


Katakanlah: Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai lebih daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang - orang yang fasik.(QS. 9:24)

Berangkatlah kamu baik dalam keadaan ringan ataupun merasa berat, dan dan berjihadlah dengan harta dan jiwa pada jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. 9:41)

Yusuf berkata: Wahai Rabbku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh. (QS. 12:33)

Kisah para nabi dan firman Allah dalam Al Qur'an banyak sekali memberikan pelajaran buat kita, sungguh ketika kita berusaha untuk mendahulukan kepentingan Allah dari kepentingan dunia, serta keberhasilan menahan nafsu kita karena kecintaan kita pada Allah, maka niscahya Allah memberikan manisnya iman didalam hati kita.

Yah, seandainya saja kita bisa menahan pandangan ini terhadap lawan jenis atau menggantikan waktu yang kurang bermanfaat dengan ibadah, atau melindungi diri ini dari dosa - dosa kecil, dan besar atau mencintai Allah seperti kita mencintai sang kekasih dan benci untuk kembali kepada kekufuran selepas Allah menyelamatkan darinya, seperti bencinya jika dicampakkan ke dalam api. Pasti kita akan senang setiap harinya dan semangat dalam berda'wah, karena yang ada di hati hanyalah karena Allah semata.

sumber : http://dendaaristiara.blogspot.com/2009/05/manisnya-iman.html

Setelah melewati masa-masa kampus yang kondusif dan masuk ke dunia nyata yang penuh liku-liku, tantangan untuk menjaga kedekatan dengan Allah menjadi luar biasa berat. Terlebih lagi yang berkaitan dengan masalah dunia. Rabbana... sesunguhnya tauhid ini diuji dengan amat beratnya. Teringat dengan perkataan diri sendiri saat memberi tausiyah pada orang lain ttg Tauhid Rububiyah, bahwa Allah-lah sang pemberi rizki dan sebaik-baik pemelihara. Oh... sepertinya aku dimakan oleh kata2ku sendiri. Semoga Allah mengampuni dan tidak menimpakan azab. Mengapa masih ada resah dan gelisah atas rizkiNya? mengapa seringkali tidak mendahulukan sang Pemilik Rizki demi mengejar rizki itu sendiri? Astaghfirullah.... Mungkin inilah yang membuat iman menjadi hambar dan kehilangan rasa manisnya yang tak tertandingi. Mengapa takut untuk menegakkan kebenaran padahal mengaku mencintai Rasulullah? Mengapa? Mengapa? dan masih banyak mengapa yang lainnya?

Semoga Allah yang menggenggam hati ini, meluruskan hati ini dan menujukkan padanya jalan yang lurus. Amin

Kau Ajari Kami Arti MILITANSI.... 09.15

Setiap momentum sejarah dan peristiwa akan menciptakan kesan yang mendalam dalam jiwa tatkala ada sesuatu yang unik didalamnya. Keunikan itu muncul bukan hanya dari pelakunya, desain, latar dan urutan peristiwa yang menyertainya saja, tapi terkadang muncul dari sesuatu yang kebanyakan orang menganggapnya sepele dan biasa saja. Begitupun yang saya jumpai dari acara Training Kader Terpadu (TEKAD) hari Ahad, 13 Juli 2008 kemarin. Hari itu, saya menemukan peristiwa yang sangat berkesan. Sebuah kejutan yang membuat airmata jiwa saya menderas mengisi rongga-rongga dada. Sejenak hati saya kelu seperti ada belati yang menusuk kuat memutuskan aliran darah dan nafas.
Hari itu, mata saya nanar memandang akhuna Marsono dipapah isterinya yang setia melangkah gontai, tertatih-tatih menapaki setiap jengkal tanah menuju area acara TEKAD tempat kami berkumpul. Sepasang kekasih yang penuh kesabaran dengan pandangan yang kokoh mulai menggoreskan pena dalam lembaran jiwa saya mengajari arti yang sesungguhnya tentang militansi seorang kader dakwah. “Akhi, kenapa antum memaksakan diri antum hadir dalam acara ini?” dengan kaku terpaksa saya menyapanya setelah selesai melepas rindu dengan memeluknya.
Saat itu sebenarnya saya sangat kesulitan untuk mencari kata yang tepat untuk menyambutnya karena tenggorokan saya pun mulai kemarau. Ikhwah fillah, dengan dada yang masih tersengal-sengal kecapaian ia menjawab, “Ana sudah rindu ingin ketemu dengan ikhwah.” Duhai Rabbi! Kau tancapkan lebih tajam lagi belati-Mu kedada saya seakan rontok seluruh daging dari tulang-tulang tubuh ini. Saya tak bisa berkata banyak lagi. Awan kelam tak hanya menyelimuti jiwa, tapi mulai menggelantung di pelupuk mata saya. Jazakallahu ahsanul jazaa akhi! Antum telah buka mata hati kami tentang bagaimana arti militansi yang sesungguhnya. Kerinduan antum pada kami adalah nilai ukhuwah yang sangat bernilai dan mahal bagi kami. Langkah-langkah gontai antum mengukir tapak-tapak militansi dalam jiwa kami.
Kesungguhan (Jiddiyah), kedisiplinan (indhibath), komitmen (iltizam), semangat (hamasah), dan kesabaran. itulah materi sesungguhnya yang saya dapat hari itu. Semua itu terangkum dalam kata militansi yang saya baca dari akhuna Marsono. Hari itu ia menjadi murabbi saya. Ia mengajari militansi tanpa kata. Saya merenung saat itu, seandainya mental seperti itu muncul dalam diri setiap kader saat ini, fainna nashrallahi qarib. Kemenangan dakwah 2009 bukan lagi sekedar mimpi dan harapan karena yadullahi fauqa aidihim. Allah akan senantiasa ikut serta dalam gerak dakwah kita. “Dan milik Allah bala tentara langit dan bumi. Dan Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” Q.S. 48:7
Ikhwah fillah, hari-hari kemarin kita sering mendengar lunturnya militansi kader. Beberapa majalah referensi kader pun pernah memuat dalam edisi dan kemasan yang berbeda. Gejala keringnya ruhiyah aktivis dakwah sering menjadi tema utama perbincangan. Kesenjangan ekonomi dan kesenjangan komunikasi sering memunculkan gap dan su’uzhan antar kader. Sementara tanggung jawab dakwah untuk menyongsong kemenangan terus menyertai langkah-langkah kita. Padahal Allah akan memberikan pertolongan ketika kita memang layak untuk ditolong. Marilah kita mengukur kembali diri kita untuk mengumpulkan energi sebanyak-banyaknya. Sudahkah kita memiliki bekal militansi, ukhuwah dan kekokohan ruhiyah yang cukup agar membuat Allah memilih kita untuk ditolong-Nya?
Akhi al-karim, sekali lagi jazakallahu ahsanul jazaa atas bekal yang telah kau berikan pada kami. Syafakallahu…semoga seluruh beban yang ada dalam tubuh antum menjadi kafarat yang menggugurkan dosa-dosa antum. Menumbuhkan militansi dalam jiwa-jiwa kami. Menyemaikan kemenangan dalam setiap aktivitas dakwah. Nuhibbuka fillah
Cicalengka, Ahad, 13 Juli 2008
Dipublikasikan kembali untuk mengenang akhuna Marsono rahimahullah
Dari lubuk hati yang terdalam kami sampaikan rasa kehilangan atas kepergian antum hari ini
(Rancaekek, 01 Agustus 2008)_

sumber : http://muhamadnahwannur.multiply.com/reviews/item/6

Membaca tulisan ini ... subhanallah ... tiada kata yang mampu kuucapkan, tiada tulisan yang mampu kuungkapkan. Ada banyak pikiran dan bersitan yang berkecamuk dalam benak ini. Prasangka-prasangka yang buruk, kesedihan, analisis tak mendasar, dan berbagai perasaan lainnya yang bercapur baur tak menentu. Satu hal yang ingin kusampaikan... saat aku membaca tulisan ini aku membayangkan aku berada di sana, melihat kejadian itu, dan aku tak akan sanggup untuk menahan tangisku. Sesungguhnya aku pun merindukan masa-masa indah bersama saudara-saudara seperjuanganku. Mereka bukan tidak ada saat ini... mereka ada dan nyata. Mungkin akulah yang belum mampu untuk memaknai ukhuwah dengan mendalam dan ikhlas. Ya Allah... kumpulkan aku dengan orang-orang yang Kau cintai.

Mengukur Militansi Kader Da'wah 09.12

Rasulullah secara simbolis telah memberikan trik jitu untuk mengukur militansi seorang aktifis dakwah.

Dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya amal manusia yang pertama kali dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya”

Memang sekilas agak kurang adil jika menilai seseorang hanya dari sholatnya. Siapa tahu dia hanya pura-pura aja sholat tapi niatnya lain. Tapi mungkin artikel berikut ini bisa mengubah pandangan tersebut.

Dari Ustman bin Affan r.a, Rasulullah saw bersabda : “Barang siapa sholat Isya’ berjamaah maka seakan-akan dia telah shalat setengah malam. Dan barang siapa shalat shubuh berjamaah maka seakan-akan dia telah melaksanakan shalat satu malam penuh” (HR. Muslim)

Subhanallah, jelas bukan? Sholat shubuh berjamaah lebih utama dari sholat Isya’ berjamaah. Maka yang melaksanakan sholat shubuh berjamaah kita beri 10 point dan yang melaksanakan sholat Isya’ berjamaah kita beri 9 point.

Hadist berikutnya :

Dari Abu Musa Al-Asy’ari r.a, Rasulullah saw bersabda : “Barangsiapa yang shalat dua waktu yang dingin maka akan masuk surga”.

Dalam Fath Al-Bari disebutkan bahwa yang dimaksud dua waktu dingin ini adalah shubuh dan ashar. Disebut dingin karena terletak pada ujung hari (pagi dan sore), saat yang sejuk dan matahari tak lagi terik.

Maka yang sholat Ashar berjamaah kita beri nilai 8 point

Sekarang tinggal 2 sholat yaitu Dhuhur dan Maghrib. Ana agak bingung memberi point untuk 2 sholat ini, karena belum mendapatkan hadist yang menerangkan manakah sholat yang lebih mulia (kalo ada yang tahu tolong diingatkan yooo !!). Tapi karena penilaian ini untuk mengukur militansi seorang aktifis dakwah, maka ana memberi sholat Dhuhur point lebih tinggi karena pelaksanaannya lebih sulit daripada sholat maghrib. Maka yang melaksanakan Sholat Dhuhur berjamaah mendapatkan 7 point dan yang Sholat Maghrib berjamaah mendapat 6 point.

Point 1-5 diberikan bagi mereka yang sholat sendiri atau sholat di rumah sesuai tingkat keutamaan diatas.

Dengan demikian, akan mudahlah bagi kita mengukurnya. Jika seseorang berjamaah 5 waktu maka dia mendapat point penuh yaitu : 40 (empat puluh point).

Cobalah anda terapkan di organisasi masing-masing. Insya Allah nanti akan ada yang protes (termasuk anda mungkin) “Masak mengukur militansi hanya berdasar sholat. Nggak akurat tuh !!” Tapi saya hanya dapat mengatakan bahwa Inilah cara nabi menilai sahabatnya dan organisasi HAMAS (organisasi perjuangan kemerdekaan Palestina) pun telah mempraktekkan metode ini untuk memilih anggota.

Oh iya, kalau masih protes juga silahkan komentari sabda Rasulullah berikut ini :

Dari Ubai bin Ka’ab r.a berkata, “Rasulullah saw pernah shalat shubuh lalu bertanya, “Apakah kalian menyaksikan si Fulan shalat?” Mereka menjawab “Tidak”. Beliau berkata lagi “Si Fulan?” Mereka menjawab “Tidak”. Maka beliau bersabda :

“Sesungguhnya, dua shalat ini (Subuh dan Isya’) adalah shalat yang berat bagi orang munafik. Sesungguhnya, apabila mereka mengetahui apa yang ada dalam shalat Subuh dan Isya’, maka mereka akan mendatanginya, sekalipun dengan merangkak” (HR. Ahmad dan An-Nasa’i)

Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan hadist yang serupa tetapi dari Abu Hurairah r.a

Wallahu A’lam bi showab. Selamat memprotes !!!

referensi : Misteri Shalat Shubuh karya DR. Raghib As-Sirjani, penerbit : AQWAM Solo.

diambil dari : http://anggitsaputradwipramana.blogspot.com

Militansi Muslimah 09.11

Semakin lama dunia menjadi tak ramah. Kebatilan mulai berani menampakkan belangnya, sementara kebenaran kerap malu-malu merangkak kedepan. Padahal saat-saat seperti ini kita sangat membutuhkan loyalitas yang tinggi terhadap agama untuk membentuk pribadi yang tangguh dan militansi beragama. Jangan terburu-buru dalam memaknai kata militansi, sehingga terkesan prontal dan radikal. Ini merupakan interpretasi yang salah dalam wacana militan beragama, yang sesungguhnya merupakan produk Yahudi dan Nasrani, yang bertujuan menjauhkan umat Islam dari agamanya. Padahal sesungguhnya militansi beragama dalam artian sebenarnya adalah mengamalkan agama dengan taat, benar, sepenuh hati dan totalitas.

Sebagai seorang muslimah hendaklah cepat menyadari bahaya yang terjadi di sekitar kita, terutama pengaruh globalisasi yang tengah melanda dunia. Hal ini ditandai dengan hegemonisasi produk makanan (food), hiburan (fun), model pakaian (fashion), dan thougt (pemikiran). Belum lagi model pergaulan bebas yang semakin lepas dan merajalela. Semua ini menuntut para muslimah untuk menjaga dirinya agar tidak terjerumus pada hal-hal yang dapat menghancurkan identitasnya sebagai muslimah. Ketika kita telah berikrar menjadi seorang muslimah yang baik, maka secara tidak langsung kitapun berkomitmen untuk menjaga identitas kemuslimahan yang kita sandang. Tidak hanya terbatas lisan, tapi juga hati dan perbuatan. Mengapa demikian? Karena Militansi tumbuh dari pemahaman, pemahaman menumbuhkan keyakinan, keyakinan kemudian menumbuhkan ketundukan hati, dan ketundukan hati akan melahirkan sikap dan amal. Semua ini disyariatkan dalam firmanNya " Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwa alquran itulah yang hak dari Tuhanmu, lalu mereka beriman dan tunduk kepadanya. Dan sesungguhnya Allah adalah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus."

Menjadi muslimah militan memberikan dampak yang sangat positif dalam pelbagai aspek. Baik itu untuk dirinya, lingkungan sekitar, dan keturunan yang akan dilahirkannya ke muka bumi ini. Karena militansi beragama dipenuhi dengan ruh dan akhlak Mahmudah, serta komitmen yang tinggi terhadap Islam secara jasadan (fisik), rûhan (spiritual), qalban (intuisi), dan fikran (pikiran).

Bukan cerita yang aneh lagi, saat Kristenisasi mulai merambah kehidupan muslimah, yang merupakan salah satu target utama dalam upaya melumpuhkan Islam. Sehingga tidak heran jika banyak ditemukan para muslimah yang menikah dengan non muslim. Dan yang lebih menyakitkan lagi adalah bahwa tidak sedikit para muslimah yang sudah dimurtadkan, Innalilahi wainna ilaihi raji'un. Ini semua tidak lain disebabkan oleh kurangnya pembekalan diri muslimah secara utuh, baik ruhi (spiritual), fikri (ilmu dan wawasan), dan manhaji (metode dan konsep beragama). Sebagai Muslimah kita dituntut untuk lebih membuka mata hati. Ingatlah Rasululloh telah bersabda : "fitnah terbesar yang menyebabkan kehancuran bani Israil adalah wanita". Hadist ini tentunya bukan untuk menciutkan dan menjadikan para muslimah putus asa, tapi sebagai peringatan dan sugesti kepada kita semua untuk senantiasa berusaha berbuat lebih baik, dan meningkatkan kualitas diri serta komitmen dalam melaksanakan tuntunan syariat.

Disadari atau tidak, sebagian besar wanita sering terpengaruh dengan kehidupan materialistik, hedonisme, hura-hura dan santai. Sebagai seorang muslimah, sedapat mungkin berupaya untuk menghindari budaya hidup seperti itu. Karena tidak hanya bisa membuat rapuh pribadi muslimah, hal ini bahkan dapat membuat kita enggan untuk bergerak dan berjuang. Sementara perjuangan dan kemalasan adalah dua kutub yang tidak akan pernah bisa dipadukan. Kehancuran diri bermula ketika kecenderungan materialistik lebih tinggi dari semangat kebersahajaan dan pola hidup sederhana (qana'ah), sehingga secara perlahan kita akan melupakan Allah dan kewajiban beribadah kepada-Nya, karena kita terpola dan diperbudak oleh hasrat memiliki dunia. Hendaklah kita berkaca pada Ummahatul mukminin dan shahabiyat, mereka adalah cermin para muslimah militan sejati. Malu rasanya bila dibandingkan dengan mereka, tantangan yang mereka hadapi jauh lebih berat, sementara sarana dan pasilitas yang mereka dapatkan jauh lebih sedikit dari yang kita miliki saat ini, tapi mereka tetap tampil menawan dengan militansi keimanan hingga akhir hayatnya.

Setidaknya ada 4 hal dominan yang banyak menyebabkan menurunnya militansi seorang muslimah:
1. Lemah dalam mengurus diri sendiri.
Yaitu seorang muslimah yang tidak mampu membentengi dirinya dengan pertahanan. Kondisi seperti ini rentan terhadap godaan yang ada, dan mudah terjerumus dalam maksiat. Disebabkan kurangnya pendidikan dzatiyah (potensi dan kepribadian) dan rasa tanggung jawab terhadap dirinya sendiri.

2. Bermain-main dengan dosa.
Terkadang ada fase dimana kejenuhan datang. Ini masa yang pasti akan muncul. Dimana syaithan mulai bermain dengan sangat gesit dan piawai, mengajak manusia untuk berbuat dosa. Celah-celah kemaksiatan seolah terbuka dengan lebar. Mungkin awalnya hanya iseng dan coba-coba dengan dosa yang ringan. Tapi justru itulah awal kehancuran. Rasulullah Saw. telah mengingatkan agar masa-masa kejenuhan dilewati tetap dalam bingkai hukum Islam dan syariat-Nya, bukan dengan melegalkan kemaksiatan sesuka hati. Yang pada akhirnya membuat diri semakin dalam terjerumus, dan enggan untuk bangkit.

3. Beban yang berlebihan.
Sebagai seorang wanita, perasaan lebih dominan berperan ketimbang logika. Sehingga ketika ada masalah yang sedikit saja, rasanya beban terasa lebih berat dan berlipat ganda. Baik itu masalah keluarga, himpitan ekonomi, pendidikan yang gagal, dan lain-lain. Jika tidak segera diselesaikan dengan baik, sedikit demi sedikit hal ini akan meruntuhkan militansi dan prinsip hidup. Sedangkan kunci menghadapi permasalahan adalah dengan kesabaran dan tawakal. Jangan sampai permasalahan dan problema yang melanda membuat muslimah menggadaikan jati diri dan identitas keislamannya.

4.Bergesernya presepsi tentang hidup
Saat orientasi kita bukan lagi dikembalikan pada Allah, Semakin menjauhkan kita dari Nya. Begitupun dengan pandangan hidup yang berubah pada gaya hidup materialistik. Dengan kata lain, sikap untuk menggapai dunia membuat kita kepada Allah dan kewajiban kepada-Nya. Kita tentu masih mengingat cerita Qarun dan Nabi Musa, bagaimana saat itu kaumnya lebih tertarik pada fenomena Qarun dan gelimangan hartanya dibanding fenomena Musa. sehingga lambat laun, militansi yang dimiliki mulai mengendur hingga hilang sama sekali.

Akhirnya setiap diri kita dituntut untuk meningkatkan militansi dalam beragama. Dengan cara menjaga keikhlasan dan kemurnian orientasi perjuangan karena Allah. Kemudian menguatkan komitmen untuk mengikuti sunnah Rasulullah Saw. sebagaimana yang dilakukan para Sahabat dan Shohabiyatnya. Membersihkan jiwa dari segala penyakit, dan berusaha untuk mendekatkan diri kepada-Nya, serta zuhud pada dunia. Kitapun berusaha menghindari penyimpangan-penyimpangan sekecil apapaun. Satu hal yang penting bahwa setiap kita adalah calon ibu (bagi yang belum menikah), di mana kita memiliki peran penting melahirkan generasi Rabbani yang akan turut memperjuangkan Islam. Tanamkan juga militansi pada anak-anak sejak dini, seperti halnya shohabiyat yang melahirkan anak-anak yang cerdas dan militan.

Nah! Apalagi yang kita tunggu. Bersegeralah menciptakan kebaikan. Jadilah muslimah militan, hingga akhirnya bidadari surgapun cemburu, ingin bergabung dalam barisan bara pejuang.


Sumber :
http://www.sinaimesir.com/?pilih=lihat&id=394
http://mutiarabiru.multiply.com/journal/item/5/Militansi_Muslimah

Kenapa Journey To The Light? 08.56

Karena hidup ini adalah perjalanan menuju cahayaNya. Cahaya yang mengantarkan hidup kita pada keabadian yang penuh keindahan dan kebahagiaan. Keabadian yang bukan dongeng belaka. Sebuah kehidupan yang kekal, yang tak pernah terbayangkan oleh akal, yang tak pernah dilihat oleh mata, yang tak pernah didengar oleh telinga, yang tak pernah terasakan oleh indra manusia di dunia fana.

Tidaklah sama antara manusia yang berjalan dalam kegelapan dan manusia yang berjalan dengan cahaya. Cahaya adalah tuntunan yang melindungi dari bala dan celaka. Dengan cahaya kita dapat melihat, dengan cahaya kita dapat memilih, dengan cahaya kita dapat menggapai tujuan perjalanan kita.

Perjalanan menuju cahaya, cahaya di atas cahaya. Inilah sebuah catatan sederhana perjalanan seorang manusia fana dalam meniti perjalanan menuju cahaya, perjalanan mengobati kerinduannya pada Tuhannya.