Kau Ajari Kami Arti MILITANSI.... 09.15

Setiap momentum sejarah dan peristiwa akan menciptakan kesan yang mendalam dalam jiwa tatkala ada sesuatu yang unik didalamnya. Keunikan itu muncul bukan hanya dari pelakunya, desain, latar dan urutan peristiwa yang menyertainya saja, tapi terkadang muncul dari sesuatu yang kebanyakan orang menganggapnya sepele dan biasa saja. Begitupun yang saya jumpai dari acara Training Kader Terpadu (TEKAD) hari Ahad, 13 Juli 2008 kemarin. Hari itu, saya menemukan peristiwa yang sangat berkesan. Sebuah kejutan yang membuat airmata jiwa saya menderas mengisi rongga-rongga dada. Sejenak hati saya kelu seperti ada belati yang menusuk kuat memutuskan aliran darah dan nafas.
Hari itu, mata saya nanar memandang akhuna Marsono dipapah isterinya yang setia melangkah gontai, tertatih-tatih menapaki setiap jengkal tanah menuju area acara TEKAD tempat kami berkumpul. Sepasang kekasih yang penuh kesabaran dengan pandangan yang kokoh mulai menggoreskan pena dalam lembaran jiwa saya mengajari arti yang sesungguhnya tentang militansi seorang kader dakwah. “Akhi, kenapa antum memaksakan diri antum hadir dalam acara ini?” dengan kaku terpaksa saya menyapanya setelah selesai melepas rindu dengan memeluknya.
Saat itu sebenarnya saya sangat kesulitan untuk mencari kata yang tepat untuk menyambutnya karena tenggorokan saya pun mulai kemarau. Ikhwah fillah, dengan dada yang masih tersengal-sengal kecapaian ia menjawab, “Ana sudah rindu ingin ketemu dengan ikhwah.” Duhai Rabbi! Kau tancapkan lebih tajam lagi belati-Mu kedada saya seakan rontok seluruh daging dari tulang-tulang tubuh ini. Saya tak bisa berkata banyak lagi. Awan kelam tak hanya menyelimuti jiwa, tapi mulai menggelantung di pelupuk mata saya. Jazakallahu ahsanul jazaa akhi! Antum telah buka mata hati kami tentang bagaimana arti militansi yang sesungguhnya. Kerinduan antum pada kami adalah nilai ukhuwah yang sangat bernilai dan mahal bagi kami. Langkah-langkah gontai antum mengukir tapak-tapak militansi dalam jiwa kami.
Kesungguhan (Jiddiyah), kedisiplinan (indhibath), komitmen (iltizam), semangat (hamasah), dan kesabaran. itulah materi sesungguhnya yang saya dapat hari itu. Semua itu terangkum dalam kata militansi yang saya baca dari akhuna Marsono. Hari itu ia menjadi murabbi saya. Ia mengajari militansi tanpa kata. Saya merenung saat itu, seandainya mental seperti itu muncul dalam diri setiap kader saat ini, fainna nashrallahi qarib. Kemenangan dakwah 2009 bukan lagi sekedar mimpi dan harapan karena yadullahi fauqa aidihim. Allah akan senantiasa ikut serta dalam gerak dakwah kita. “Dan milik Allah bala tentara langit dan bumi. Dan Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” Q.S. 48:7
Ikhwah fillah, hari-hari kemarin kita sering mendengar lunturnya militansi kader. Beberapa majalah referensi kader pun pernah memuat dalam edisi dan kemasan yang berbeda. Gejala keringnya ruhiyah aktivis dakwah sering menjadi tema utama perbincangan. Kesenjangan ekonomi dan kesenjangan komunikasi sering memunculkan gap dan su’uzhan antar kader. Sementara tanggung jawab dakwah untuk menyongsong kemenangan terus menyertai langkah-langkah kita. Padahal Allah akan memberikan pertolongan ketika kita memang layak untuk ditolong. Marilah kita mengukur kembali diri kita untuk mengumpulkan energi sebanyak-banyaknya. Sudahkah kita memiliki bekal militansi, ukhuwah dan kekokohan ruhiyah yang cukup agar membuat Allah memilih kita untuk ditolong-Nya?
Akhi al-karim, sekali lagi jazakallahu ahsanul jazaa atas bekal yang telah kau berikan pada kami. Syafakallahu…semoga seluruh beban yang ada dalam tubuh antum menjadi kafarat yang menggugurkan dosa-dosa antum. Menumbuhkan militansi dalam jiwa-jiwa kami. Menyemaikan kemenangan dalam setiap aktivitas dakwah. Nuhibbuka fillah
Cicalengka, Ahad, 13 Juli 2008
Dipublikasikan kembali untuk mengenang akhuna Marsono rahimahullah
Dari lubuk hati yang terdalam kami sampaikan rasa kehilangan atas kepergian antum hari ini
(Rancaekek, 01 Agustus 2008)_

sumber : http://muhamadnahwannur.multiply.com/reviews/item/6

Membaca tulisan ini ... subhanallah ... tiada kata yang mampu kuucapkan, tiada tulisan yang mampu kuungkapkan. Ada banyak pikiran dan bersitan yang berkecamuk dalam benak ini. Prasangka-prasangka yang buruk, kesedihan, analisis tak mendasar, dan berbagai perasaan lainnya yang bercapur baur tak menentu. Satu hal yang ingin kusampaikan... saat aku membaca tulisan ini aku membayangkan aku berada di sana, melihat kejadian itu, dan aku tak akan sanggup untuk menahan tangisku. Sesungguhnya aku pun merindukan masa-masa indah bersama saudara-saudara seperjuanganku. Mereka bukan tidak ada saat ini... mereka ada dan nyata. Mungkin akulah yang belum mampu untuk memaknai ukhuwah dengan mendalam dan ikhlas. Ya Allah... kumpulkan aku dengan orang-orang yang Kau cintai.

0 komentar:

Posting Komentar